Kamis, 28 Maret 2019

Asuhan Keperawatan Hepatitis A


BAB I
TINJAUAN TEORI

1.1  Anatomi Fisiologi Hepar
A.  Hati
Hati merupakan kelemjar terbesar di tubuh, beratnya sekitar 1-2,3 kg. Hati beracda di bagian atas rongga abdomen yang menempati bagian terbesar regio hipokondri Bagian atas dan anterior (Gambar 8.25) memiliki struktur yang halus terpasang tepat rmukaan diafragma; bagian permukan posterior tampak tidak beraturan (Gambar 8.26). Hlati terbungkus dalam kapsul tipis yang tidak elastis dan sebagian tertutupi oleh lapisan peritoneum.
Lipatan peritoneum membentuk ligamen penunjang yang melekatkan hati pada permukaan inferior diafragma Hati memiliki empat lobus. Dua lobus yang berukuran paling besar dan jelas terlihar adalah lobus kanan yang berukuran lebih besar, sedangkan lobus yang berukuran lebih kecil, berbentuk baji, adalah lobus kiri. Dua lobus lainnya adalah lobus kaudatus dan kuadratus yang berada di permukaan posterior. Fisura porta merupakan nama yang diberikan untuk permukaan posterior hati di mana banyak struktur yang masuk dan keluar kelenjar.

B.  Gambar
Vena porta masuk dan membawa darah dari lambung, limpa, pankreas, usus halus, dan usus besar Arteri hepatika masuk dan membawa darah arteri. Arteri ini merupakan cabang dari arteri seliaka, yang merupakan cabang dari aorta abdomen. Arteri hepatika dan vena porta membawa darah ke hati. Aliran balik bergantung pada banyaknya vena hepatika yang meninggalkan permukaan posterior dan dengan segera masuk ke vena kava inferior tepat di bawah diafragma.
Serat saraf simpatik dan parasimpatik mempersarafi bagian ini. Duktus hepatika kanan dan kiri keluar, membawa empedu dari hati ke kandung empedu. Pembuluh limfe meninggalkan hati, lalu mengalirkan sebagian limfe ke nodus di abdomen dan sebagian nodus torasik.

C.  Struktur
Lobus hati disusun oleh unit fungsional kecil, yang disebut lobulus, yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Lobulus hati berbentuk heksagonal (segi enam) di bagian luarnya dan dibentuk oleh sel berbentuk kubus, yang disebut hepatosit, disusun dalam pasangan kolom sel dan menyebar pada vena sentral. Antara dua pasang kolum sel sinusoid (pembuluh darah dengan dinding yang tidak lengkap) berisi campuran darah dari cabang-cabang kecil vena porta dan arteri hepatika. Susunan ini memungkinkan darah arteri dan darah vena porta (dengan konsentrasi nutrien yang tinggi) bercampur dan berdekatan dengan sel hati.
Di antara sel yang melapisi sinusoid, terdapat makrofag (sel Kupffer) yang berfungsi untuk menelan dan menghancurkan sel darah yang usang dan partikel asing yang ada di aliran darah menuju hati. Darah mengalir dari sinusoid ke vena sentral atau vena sentrilobular. Vena ini bergabung dengan vena dari lobulus lain, membentuk vena besar hingga akhirnya vena ini membentuk vena hepatika, yang meninggalkan hati dan menuju vena kava inferior. Gambar 8.27 menunjukkan sistem aliran darah melalui hati.
Salah satu fungsi hati adalah menyekresikan empedu. Pada Gambar 8.27 B, terlihat bahwa kanalikuli bilier dapat berada di antara kolum sel hati. Ini berarti bahwa tiap kolum hepatosit memiliki sinusoid darah pada salah satu sisi dan kanalikuli di sisi lainnya. Kanalikuli bilier bergabung untuk membentuk duktus hepatika kiri dan kanan, yang mengalirkan empedu dari hati. Jaringan limfoid dan sistem pembuluh limfe juga ada di tiap lobules.

D.  Fungsi Hati
Metabolisme karbohidrat. Hati berperan penting dalam mempertahankan kadar glukosa plasma. Setelah makan, saat glukosa darah meningkat, glukosa diubah menjadi glikogen sebagai cadangan dan memengaruhi hormon insulin. Selanjutnya, saat kadar glukosa turun, hormon glukagon merangsang perubahan glikogen kembali menjadi glukosa dan menjaga kadar dalam kisaran normal.
Metabolisme lemak. Cadangan lemak dapat diubah menjadi suatu bentuk energi yang dapat digunakan jaringan.
Metabolisme protein. Metabolisme protein terdiri atas tiga proses.
a.       Deaminasi asam amino melibatkan beberapa proses: menyingkirkan bagian nitrogen dari asam amino yang tidak diperlukan untuk membentuk protein baru, pemecahan asam nukleat menjadi asam urat, yang disebut asam nukleat
b.      Transaminasi merupakan penyingkiran bagian nitrogen asam amino dan melekatkan asam amino pada molekul karbohidrat untuk membentuk asam amino non-esensial.
c.       Sintesis protein plasma dan sebagian besar faktor pembekuan darah dari asam amino

I.3       Hepatitis A
A.    Definisi
Hepatitis adalah suatu peradangan pada hati yang terjadi karena toksin seperti/kimia atau obat atau agen penyakit infeksi.   Hepatitis A adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus hepatitis A. Virus ini menyebar terutama melalui ingests makanan atau air yang terkontaminasi dengan tinja orang yang terinfeksi. Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kurangnya penggunaan air bersih, sanitasi yang tidak memadai dan kebersihan pribadi yang buruk.Tidak seperti hepatitis B dan C, infeksi hepatitis A tidak menyebabkan penyakit hati kronis dan jarang berakibat fatal, tetapi dapat menyebabkan gejala yang melemahkan tubuh dan dapat menjadi hepatitis fulminan (gagal hati akut), yang berhubungan dengan kematian yang tinggi (WHO 2012).\

B.     Etiologi
Hepatitis A disebabkan oleh Hepatitis-A Virus (HAV). Umumnya tidak sampai menyebabkan kerusakan jaringan hati. Mereka yang terinfeksi oleh virus ini, 99% dapat pulih sepenuhnya. Penyakit ini ditularkan terutama melalui kontaminsai oral, fekal akibat hygiene yang buruk atau makanan yang tercema misalnya : makan makanan dan minuman yang terkontaminasi feses pasien, makan buah buahan yang belum dicuci, sayur yang tidak dimasak atau makan kerang yang setengah matang, minum dengan es batu yang prosesnya terkontaminasi, pecandu narkotika dan berhubungan seks anal termasuk homoseksual merupakan risiko tinggi tertular hepatitis A.

C.     Faktor Risiko Hepatitis A
Penularan hepatitis A sering terjadi dari orang ke orang,. Virus ini menyebar melalui makanan atau air yang terkontaminasi dengan tinja orang yang terinfeksi. Selain itu hepatitis A dapat terjadi pada masyarakat yang :
1.         Hygine dan sanitasi Lingkungan
Rendahnya kualitas sanitasi lingkungan dan adanya pencemaran terhadap sumber air atau makanan yang dikonsumsi banyak orang mempermudah terjadinya penularan dan kejadian luar biasa hepatitis A. Kebiasaan masyarakat yang kurang memerhatikan kebersihan lingkungan seperti BAB di sungai dapat meningkatkan penularah hepatitis A. Tinja yang terkontaminasi hepatitis A akan mencemari lingkungan lain. Seperti air, tanah dan lain-lain.
2.         Ekonomi
Tingkat sosial ekonomi masyarakat akan mempengaruhi ketersediaan air bersih dan perilaku hidup sehat serta kemampuan untuk menyediakan atau memberikan vaksinasi hepatitis A. Masyarakat dengan ekonomi sosial yang rendah pada umumnya jarang memperhatikan kualitas air yang di pakai dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Air dengan kualitas yang buruk bisa saja terkontaminasi virus hepatitis A. Selain itu keluarga yang memiliki ekonomi sosial yang rendah pada umumnya memiliki tingkat pengetahuan rendah pula sehingga mereka tidak terlalu memikirkan betapa pentingnya pemberian vaksinasi hepatitis A. Sehingga hepatitis a dapat menular dengan cepat dari 1 orang ke orang lain.
3.      Pola Hidup Bersih dan Sehat
Pola hidup bersih dan sehat merupakan masyarakat merupakan hal yang sa ngat mempengaruhi penularan hepatitis A. Polah hidup bersih dan sehat yang rendah akan meningkatkan terjadinya penularan virus hepatitis tipe A tersebut. Hepatitis A dapat dengan cepat menular di tempat penitipan bayi, virus ini akan menular dengan cepat ketika si pengasuh bayi tidak mencuci tangan setelah mengganti popok bayi. Kesadaran mencuci tangan juga sangat penting dalam menangani penularan virus hepatitis. Kebiasaan buruk seperti berbagi makanan dan peralatan makan dengan penderita hepatitis A juga sebagai salah satu media penularan penyakit hepatitis A ini.
4.      Gaya hidup
Gaya hidup di masyarakat juga merupakan salah satu faktor resiko terjadinya penyakit hepatitis. Kebiasaan memakan sayur mentah, seperti lalapan akan meningkatnya kemungkinan penularan penyakit hepatitis A. Bahan makanan seperti sayur yang terkontaminasi virus hepatitis A jika di konsumsi virus tersebut akan berpindah kepada manusia. Virus tersebut akan menginfeksi manusia sehingga terjadi penyakit hepatitis. (Aryana, 2015)

D.    Manifestasi
Seringkali infeksi hepatitis A pada anak anak tidak menimbulkan gejala sedangkan pada orang dewasa menyebabkan gejala mirip flu, rasa lelag, demam, diare, mual, nyeri perut, mata kuning dan hilangnya nafsu makan. Gejala hilang sama sekali setelah 6 – 12 minggu, orang yang terinfeksi hepatitis A akan kebal terhadap penyakit tersebut. Berbeda dengan hepatitis B dan C, Dan infeksi hepatitis A tidak berkelanjutan ke hepatitis kronik. Masa inkubasi 30 hari.

E.     Patofisiologi
Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat obatan dan bahan bahan kimia. Unit fungsional dasar dari hepar disebut loobul dan unit ini unik karena memiliki suplai darah sendiri sering dengan berkembangnya inflamasi pada hepar, pola normal hepar terganggu. Gangguan terhadap suplai darah normal pada sel sel hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel sel hepar, setelah lewat masanya, sel sel hepar yang menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh respon sistem imun dan digantikan oleh sel sel hepar baru yang sehat. Oleh karenannya, sebagian besar klien yang mengalami hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal.
Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan suhu badan dan pergangan kapsul hati yang memicu timbulnya perasaan tidak nyaman pada perut kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan ada rasa mual dan nyeri di ulu hati. Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun jumlah biliribuan yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal, tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka terjadi kesukaran pengangkutan bilirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi (bilirubin indirek) maupun bilirubin yang sudah mengalami konjugasi (bilirubi direk).
Pada ikterus yang timbul disini terutama disebabkan karena kesukan dalampengangkutan, konjugasi dan ekskresi bilirubin. Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat(abolis). Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, makan bilirubin dapat diekskresi kedalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubin urine dan kemih berwarna gelap. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam garam empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal gatal pada ikterus.


F.      UpayaUpaya Pencegahan
Untuk mencegah penularan dari virus HAV, hal yang dapat dilakukan adalah menjaga kebersihan asupan makanan yang kita makan. Beberapa kebiasaan baik yang bisa dilakukan untuk tujuan ini diantaranya adalah dengan membiasakan mencuci tangan menggunakan sabun sebelum makan, menjaga sanitasi makanan, serta menghindari memakan makanan yang belum diketahui kebersihan pengolahannya (makanan yang dijual dipinggir jalan, dll). Selain itu, pencegahan penyakit Hepatitis A ini juga dapat dilakukan dengan pemberian vaksin Hepatitis A. (Sari, 2008) Menurut WHO, cara terbaik dalam mencegah penularan Hepatitis A adalah dengan memperbaiki sanitasi lingkungan dan vaksinasi. Aspek sanitasi lingkungan merupakan hal yang penting agar penularan tidak cepat terjadi sedangkan vaksinasi dimaksudkan sebagai perlindungan. Di Indonesia sendiri terdapat undang undang yang memperkuat pentingnya melakukan vaksinasi untuk mencegah terjangkitnya Hepatitis A. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi, terdapat 3 jenis imunisasi yang diberikan kepada masyarakat khususnya pada bayi (untuk membentuk antibodi) yaitu imunisasi wajib, imunisasi tambahan dan imunisasi pilihan.
Seperti yang tercantum pada Pasal 11 ayat 1 disebutkan bahwa “jenis imunisasi pillihan dapat berupa imunisasi Haemophillus influenza tipe b (Hib), Pneumokokus, Rotavirus, Influenza Varisela, Measles Mumps Rubelle,  Demam Tifoid, Hepatitis A, Human Papiloma Virus (HPV) dan Japanese  Encephalitis”. Walaupun kedudukan Hepatitis A dalam pelaksanaan vaksinasi hanyalah sebagai imunisasi tambahan, akan tetapi
Hepatitis A merupakan salah satu penyakit yang masuk ke dalam daftar penyakit yang dapat dicegah melalui imunisasi dengan cara pemberian vaksin. Seperti yang tertera pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1611/Menkes/SK/XI/2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi yaitu “Jenis jenis penyakit yang dapat dicegah melalui pemberian imunisasi meliputi penyakit menular tertentu : a) jenis jenis penyakit menular tertentu sebagaimana dimaksud meliputi antara lain penyakit Tuberculosis, Difteri, Pertusis, Campak, Polio, Hepatitis B, Hepatitis A 
Vaksinasi Hepatitis A sebaiknya diberikan kepada beberapa jenis kondisi seperti :
a.       Semua anak yang berusia dua tahun atau lebih
b.      Anak dan remaja berusia 2-18 tahun yang tinggal di daerah dimana program vaksinasi rutin dilakukan karena tingginya kejadian penyakit
c.       Penderita penyakit hati kronik
Pemberian vaksin untuk Hepatitis A diharapkan dapat mengurangi kejadian Hepatitis A, karena Hepatitis A merupakan jenis penyakit yang penularannya sangat cepat. Selain itu, perbaikan sanitasi lingkungan sangat diperlukan agar meminimalisir kejadian Hepatitis A.
Penyakit hepatitis dapat menghinggap siapa saja tidak memandang segi usia atau faktor ekonomi. Hepatitis dapat menyerang mulai dari balita, anak-anak hingga orang dewasa. Untuk hepatitis A bila menyerang anak-anak mulai dari 1-18 tahun dapat dilakukan vaksinasi dengan pemberian dosis vaksin 2 atau 3 tetes dosis vaksin sesuai dengan standar pengobatan. Sedangkan untuk orang dewasa dengan pemberian vaksinasi yang lebih besar dengan jangka waktu pemberian vaksin 6-12 bulan setelah dosis pertama vaksin. Dengan pemberian vaksinasi ini merupakan upaya pencegahan yang efektif dapat bertahan 15-20 tahun atau lebih. Pemberian vaksin bertujuan mencegah sebelum terjadinya infeksi dari virus hepatitis A dan memberikan perlindungan terhadap virus sedini mungkin 2-4 minggu setelah vaksinasi. (Price , 2005)
Pemberian vaksinasi untuk hepatitis A, diberikan kepada :
1.      Mereka yang menggunakan obat-obat terlarang (psikotropika/narkoba) dengan menggunakan jarum suntik
2.      Mereka yang bekerja sebagai pramusaji, terutama mereka yang memiliki makanan yang kurang mendapatkan perhatian akan keamanan dan kebersihan dari makanan itu sendiri.
3.      Orang yang tinggal dalam satu pondok atau asrama yang setiap harinya berkontak langsung. Mungkin diantara penghuni pondok asrama memiliki riwayat penyakit hepatitis A.
4.      Balita dan anak-anak yang mungkin tinggal dalam lingkungan yang memiliki tingkat resiko yang lebih tinggi akan hepatitis.
5.      Seseorang yang suka melakukan oral seks/anal.
6.      Seseorang yang teridentifikasi penyakit hati kronis.
Menjaga kebersihan terhadap diri pribadi dan lingkungan sekitar tempat tinggal merupakan upaya awal yang sangat penting sebagai proses pencegahan lebih dini sebelum terjangkit atau mengalami resiko yang lebih tinggi terhadap serangan penyakit hepatitis. Selalu menjaga kebersihan dengan mengawali langkah yang mudah salah satunya dengan cara membiasakan diri untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah menyentuh sesuatu.
Namun bagi mereka yang suka berpergian ke luar negeri yang mungkin di negara tersebut memiliki sanitasi yang kurang baik sebagai pencegahan tak ada salahnya untuk melakukan vaksinasi minimal 2 bulan sebelum melakukan perjalanan ke luar negeri. Akan tetapi bagi mereka yang sudah teridentifikasi terkena virus hepatitis A (HAV), globulin imun (IG) harus diberikan sesegera mungkin dengan pemberian vaksin minimal 2 minggu setelah teridentifikasi virus hepatitis A
G.    Pengobatan
Tidak ada pengobatan khusus untuk virus hepatitis A (HAV). Pengobatan diberikan secara suportif bukan langsung kuratif. Medikasi yang mungkin dapat diberikan meliputi analgesik, antiemetik, vaksin, dan imunoglobulin. Pencegahan baik sebelum atau setelah terpapar HAV menjadi lebih penting.Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk Hepatitis A, sebab infeksinya sendiri biasanya akan sembuh sendiri.
Pemberian farmakoterapi adalah untuk mengurangi morbiditas dan mencegah komplikasi. Farmakoterapi atau obat-obatan yang biasa digunakan adalah antipiretik analgesik atau penghilang demam dan rasa sakit, antiemetik atau anti muntah, vaksin, dan imunoglobulin. Tidak ada terapi spesifik yang tersedia. Para antienteroviral diteliti obat pleconaril (Disoxaril; ViroPharma) tidak memiliki aktivitas terhadap virus hepatitis A (HAV).

I.3       ASUHAN KEPERAWATAN
I.       PENGKAJIAN
A.    Anamnesa
1.      Keluhan Utama
·         Keluhan bisa berupa nafsu makan menurun, muntah, emah, sakit kepala, batuk,sakit perut kanan atas,demam dan kuning
2.      Riwayat Kesehatan Sekarang
·         Riwayat Kesehatan Sekarang Gejala awal biasanya sakit kepala, lemah anoreksia, mual muntah, demam, nyeri perut kanan atas
3.      Riwayat Kesehatan Dahulu
·         Riwayatkesehatan dahulu  dengan penyakit yang tidak pernah diderita sebelumnya, kecelakaan yangtidak pernah dialami termasuk keracunan, prosedur operasi dan perawatan rumah sakit juga perkembangan anak dibandingkan dengan saudara-saudaranya.
4.      Riwayat Kesehatan Keluarga
·         Berkaitan erat dengan penyakit keturunan, cerita penyakit menular khususnya kira dengan penyakit pencernaan
5.      Aktivitas dan istirahat
·         Gejala: kelemahan, pemulihan, malaise umum,
·         Tanda: bradikardi, internal pada escelera, kulit dan membran mukosa
6.      Sirkulasi
·         Gejala: gangguan hati
·         Tanda: bradikardi, internal pada escelera, kulit dan membran mukosa
7.      Neurosensasi
·         Gejala: marah, khawatir, perasaan takut
·         Tanda: peka rangsang, menolak, cenderung tidur, dan asteriksis
8.      Eliminasi
·         Gejala: urin gelap dan diare
·         Tanda : reses berwarna tanah liat
9.      Makan dan cairan
·         Gejala:hilang nafsu makan, menurunnya berat badan, mual dan muntah
·         Tanda: asites

10.  Nyeri kenyamanan
·         Gejala: nyeri tekan pada kudaran jangan atas, sakit kepala
·         Tanda: otot tegang dan gelisah
11.  Pernafasan
·         Gejala: tidak minta atau enggan merokok
·         Tanda: peningkatan frekuensi pernafasan dan sesak
12.  Keadaan
·         Adanya transfusi darah
·         Tanda: demam, urtikaria, lesi

B.     Pemeriksaan Fisik
Kelainan pada pemeriksaan fisik baru terlihat saat fase ikterik. Tampak ikterus pada kulit maupun di selaput lendir. Selaput lendir yang mudah dilihat ialah di sklera mata, palatum molle, dan frenulum lingua. Pada umumnya tidak ada mulut yang berbau (foeter hepatikum) kecuali pada penderita hepatitis yang berat misalnya pada hepatitis fulminan. Sangat jarang ditemukan spider nevi, eritema palmaris, dan kelainan pada kuku (liver nail), jika ditemukan pada fase ikterik tanda tersebut akan menghilang pada fase konvalesen. Hati teraba sedikit membesar (sekitar 2-3 cm dibawah arkus koste dan dibawah tulang rawan iga) dengan konsistensi lembek, tepi yang tajam dan sedikit nyeri tekan terdapat pada+ 70% penderita. Ditemukan fist percussion positif (dengan memukulkan kepala tangan kanan pelan-pelan pada telapak tangan kiri yang diletakkan pada arkus kostarum kanan penderita dan penderita merasakan nyeri). Kadang-kadang ditemukan adenopati servikal pada 10-20 % penderita dan teraba limpa yang lembek sekitar + 20% atau terisinya ruang Traube pada + 30% penderita. Tidak ditemukan ascites. Tidak banyak ditemukan kelainan pada kulit, kecuali pada pasien yang mengalami urtikaria yang umumnya bersifat sementara.

C.     Pemeriksaan penunjang
·         Analisis reses untuk menemukan antigen hepatitis A
·         Antibodi serum virus hepatitis A: Immunoglobulin

II.    DIAGNOSA
a.       Hipertermi berhubungan dengan infeksi penyakit
b.      Nyeri akut berhubungan dengan agent pencedera fisiologis( mis: inflamasi, iskemia, neoplasma)
c.       Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis ( mis: stres, keenggangan untuk makan)
d.      Keletihan berhubungan dengan kondisi fisiologis (mis: penyakit kronis, penyakit termina, anemia, mal nutrisi, kehamilan)
e.       Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gangguan gejala penyakit

III.  INTERVENSI
1.      Diagnosa 1: Hipertermi berhubungan dengan infeksi penyakit
Intervensi :
a). Manajemen Hipertermi
Observasi
1.      Identifikasi penyebab hipertermia (mis. dehidrasi, terpapar lingkungan panas, penggunaan inkubator)
2.      Monitor suhu tubuh
3.      Monitor kadar elektrolit
4.      Monitor haluaran urine
5.      Monitor komplikasi akibat hipertermia
Terapeutik
1.      Sediakan lingkungan yang dingin
2.      Longgarkan atau lepaskan pakaian
3.      Basahi dan kipasi permukaan tubuh
4.      Berikan cairan oral
5.      Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hiperhidrosis (keringat berlebih)
6.      Lakukan pendinginan eksternal (mis. selimut hipotermia atau kompres dingin pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila)
7.      Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
8.      Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1.      Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1.      Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu

b). Regulasi Temperatur
Observasi
1.      Monitor Suhu Bayi sampai stabil (36,5'C - 37,5'C)
2.      Monitor Suhu tubuh Anak tiap dua jam jika perlu
3.      Monitor tekanan darah, Frekuensi Pernapasan dan nadi
4.      Monitor Warna dan Suhu kulit
5.      Monitor dan Catat tanda dan gejala hipotermia dan hipertermia
Terapeutik
1.      Pasang alat pemantau suhu kontinu, jika perlu
2.      Tingkatkan Asupan Cairan dan nutrisi yang adekuat
3.      Bedong bayi segera setelah lahir untuk mencegah kehilangan panas Masukan Bayi BBLR ke dalam plastik segera setelah lahir ( mis. Bahan polyethylene, polyurethane)
4.      Gunakan Topi bayi untuk mencegah kehilangan  panas  pada bayi baru lahir
5.      Tempatkan bayin baru lahir dibawah radiant warmer
6.      pertahankan Kelembapan Inkubator 50 % atau lebih untuk mengurangi kehilangan panas karena proses evaporasi
7.      Atur Suhu inkubator sesuai kebutuhan
8.      Hangatkan terlebih dahulu bahan-bahan yang akan kontak dengan bayi (mis. Selimut, kain, bedongan, stetoskop)
9.      Hindari meletakan bayi didekat jendela terbuka atau di area aliran pendingin ruangan atau kipas angina
10.  Gunakan kasur pendingin , Water Circulating blankets, ice pack atau gel pad dan Intravaskular cooling Catheterization untuk menurunkan suhu tubuh
11.  Sesuaikan Suhu lingkungan dengan kebutuhan pasien
Edukasi
1.      Jelaskan cara pencegahan Heat exhaustion dan heat stroke
2.      Jelaskan Cara pencegahan hipotermi karena terpapar udara dingin
3.      Demonstrasikan Teknik perawatan metode kanguru (PMK) untuk bayi BBLR
Kolaborasi
1.      Kolaborasi pemberian antipiretik, jika perlu

2.      Diagnosa 2: Nyeri akut berhubungan dengan agent pencedera fisiologis( mis: inflamasi, iskemia, neoplasma)
Intervensi :
a).    Manajemen nyeri
Observasi
1.      Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2.      Identifikasi skala nyeri
3.      Identifikasi respon nyeri non verbal
4.      Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
5.      Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6.      Identifikasi pengaruh budaya terhadap rspon nyeri
7.      Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8.      Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
9.      Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
1.      Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hipnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapipijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbi,bing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
2.      Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyaer (mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3.      Fasilitasi istirahat dan tidur
4.      Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
1.      Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2.      Jelaskan strategi meredakan nyeri
3.      Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4.      Anjurkan  teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
5.      Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

b).           Pemberian analgesik
Observasi
1.      Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus, pereda, kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi, durasi)
2.      Identifikasi riwayat alergi obat
3.      Identifikasi kesesuaian jenis analgetik (mis. Narkotikan, non narkotik, atau NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri
4.      Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian obat
5.      Monitor  efektifitas analgetik
Terapeutik
1.      Diskusikan jenis analgetik yang disukai untuk mencapai analgesia optimal, jika perlu
2.      Pertimbangkan penggunaan infus kontinue, atau bolus oploid untuk mempertahankan kadar dalam serum
3.      Tetapkan target efektifitas analgetik untuk mengoptimalkan respons pasien
4.      Dokumentasikan respon terhadap efek analgesik dan efek yang tidak diinginkan
Edukasi
1.      Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
1.      Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgetik sesuai indikasi
Intervensi pendukung

3.      Diagnosa 3 : defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis ( mis: stres, keenggangan untuk makan)
Intervensi :
a). Manajemen Nutrisi
Observasi
1.      Identifikasi status nutrisi
2.      Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3.      Identifikasi makanan yang disukai
4.      Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
5.      Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
6.      Monitor asupan makanan
7.      Monitor berat badan
8.      Monitor hasil pemeriksaan laboratotium
Terapeutik
1.      Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
2.      Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis: piramida makanan)
3.      Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
4.      Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
5.      Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
6.      Berikan suplemen makanan, jika perlu
7.      Hentikan pemberian makanan melalui selang nasogastrik jika asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
1.      Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2.      Ajarkan diet yang didiprogramkan
Kolaborasi
1.      Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis: pereda nyeri, antiemetik) jika perlu
2.      Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan
b). Promosi Berat Badan
Observasi
1.      Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang
2.      Monitor adanya mual dan muntah
3.      Monitor jumlah kalori yang dikonsumsi
4.      Monitor berat badan
5.      Monitor albumin, limfosit, dan elektrolit, sserum
Terapeutik
1.      Berikan perawatan mulut sebelum pemberian makan, jika perlu
2.      Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi pasien (mis, makanan dengan tekstur halus, makanan yang diblender, makanan cair yang diberikan melalui NGT atau gastrostomi, total parenteral nutrition sesuai indikasi)
3.      Hidangkan makanan secara menarik
4.      Berikan suplemen, jika perlu
5.      Berikan pujian pada klien / keluarga untuk peningkatan yang dicapai
Edukasi
1.      Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi, namun tetap terjangkau
2.      Jelaskan peningkatan asupan kalori yang ddibutuhkan

4.      Diagnosa 4 : keletihan berhubungan dengan kondisi fisiologis (mis: penyakit kronis, penyakit termina, anemia, mal nutrisi, kehamilan)
Intervensi :
a). Edukasi Aktivitas/istirahat
Observasi
1.      Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
Terapeutik
1.      Sediakan materi dan media pengaturan aktivitas dan istirahat
2.      Jadwalkan pemberian pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
3.      Berikan kesempatan kepada pasien dan keluarga untuk bertanya
Edukasi
1.      Jelaskan pentingnya melakukan aktivitas fisik/olahraga secara rutin
2.      Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok, aktivitas bermain atau aktivitas lainnya
3.      Anjurkan menyusun jadwal aktivitas dan istirahat
4.      Ajarkan cara mengidentifikasi kebutuhan istirahat (mis. kelelahan, sesak napas saat aktivitas)
5.      Ajarkan cara mengidentifikasi target dan jenis aktivitas sesuai kemampuan
b). Manajemen Energi
Observasi
1.      Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
2.      Monitor kelelahan fisik dan emosional
3.      Monitor pola dan jam tidur
4.      Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
Terapeutik
1.      Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. cahaya, suara, kunjungan)
2.      Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
3.      Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
4.      Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan
Edukasi
1.      Anjurkan tirah baring
2.      Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
3.      Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang
4.      Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
1.      Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan.

5.      Diagnosa 5 : gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gangguan gejala penyakit
Intervensi:
a). Manajemen nyeri
Observasi
1.      Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2.      Identifikasi skala nyeri
3.      Identifikasi respon nyeri non verbal
4.      Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
5.      Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6.      Identifikasi pengaruh budaya terhadap rspon nyeri
7.      Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8.      Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
9.      Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
1.      Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hipnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapipijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbi,bing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
2.      Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyaer (mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3.      Fasilitasi istirahat dan tidur
4.      Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
1.      Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2.      Jelaskan strategi meredakan nyeri
3.      Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4.      Anjurkan  teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1.      Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

b). Terapi Relaksasi
Observasi
1.      Identifikasi penurunan tingkat energi, ketidakmampuan berkonsentrasi, atau gejala lain yang mengganggu kemampuan kognitif
2.      Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan
3.      Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan penggunaan teknik sebelumnya
4.      Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah, dan suhu sebelum dan sesudah latihan
5.      Monitor respons terhadap terapi relaksasi
Terapeutik
1.      Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan pencahayaan dan suhu ruang nyaman, jika memungkinkan
2.      Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan prosedur teknik relaksasi
3.      Gunakan pakaian longgar
4.      Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama
5.      Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan analgetik atau tindakan medis lain, jika sesuai
Edukasi
1.      Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis relaksasi yang tersedia (mis. musik, meditasi napas dalam, relaksasi otot progresif)
2.      Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih
3.      Anjurkan mengambil posisi nyaman
4.      Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
5.      Anjurkan sering mengulangi atau melatih teknik yang dipilih
6.      Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi (mis. napas dalam, peregangan, atau imajnas terbimbing)

c). Pengaturan Posisi
Observasi
1.      Monitor status oksigenasi sebelum dan sesudah mengubah posisi
2.      Monitor alat traksi selalu tepat
Terapeutik
1.      Tempatkan pada matras/ tempat tidur terapeutik yang tepat
2.      Tempatkan pada posisi terapeutik
3.      Tempatkan objek yang sering digunakan dalam jangkauan
4.      Atur posisi yang meningkatkan drainage
5.      Tinggikan tempat tidru bagian kepala
6.      Berikan bantal yang tepat pada leher
7.      Ubah posisi setiap 2 jam
Edukasi
1.      Informasikam saat akan dilakukan perubahan posisi
2.      Ajarkan cara menggunakan postur yang baik dan mekanik tubuh yang baim selama melakukan perubahan posisi
Kolaborasi
1.      Kolaborasi bpemberian premedikasi sebelum mengubah posisi, jijka perlu














Daftar Pustaka

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesi, Deinis dan Indikator Diagnostik Ed.1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Definisi dan Tindakan Keperawatan Ed.1.Cetakan II. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Perawat Nasional Indonesia
Speer, Kathleen M. 2005. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik . Jakarta: EGC.
Burruner & Suddart: alih bahasa, Devi Yulianti, Amelia Kimin. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 12. Jakarta : EGC

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.
 
I want Blogger Template by Ipietoon Blogger Template